1.Perkembangan
Dana Pembangunan Indonesia
Pelaksanaan pembangunan nasional
memerlukan pembiayaan dalam jumlah yang besar. Dalam menggariskan arah
pembangunan jangka panjang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan
petunjuk bahwa pelaksanaan pembangunan harus berlandaskan kemampuan sendiri,
sedangkan dana luar negeri merupakan pelengkap. Lebih lanjut GBHN menggariskan
bahwa pengerahan dana dari dalam negeri, yang terdiri dari tabungan Pemerintah
dan tabungan masyarakat, perlu ditingkatkan dengan sungguh-sungguh sehingga
peranan bantuan luar negeri semakin berkurang dan pada akhirnya mampu membiayai
sendiri seluruh pembangunan.
Untuk
pelaksanaan Repelita V GBHN menggariskan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan
pembangunan, termasuk kebijaksanaan keuangan negara dan moneter, tetap bertumpu
pada Trilogi Pembangunan.
Di
bidang keuangan negara digariskan bahwa pengelolaan anggaran pendapatan dan
belanja negara perlu terus disempurnakan agar penerimaan negara makin
meningkat, sedangkan pengeluaran negara makin terkendali, terarah dan efisien.
Sistem
perpajakan terus disempurnakan dengan memperhatikan asas keadilan, kemampuan
dan manfaat. Badan-badan usaha milik negara perlu terus ditingkatkan efisiensi
dan produktivitasnya sehingga meningkat peranannya dalam pembangunan.
Pengerahan
dana tabungan masyarakat melalui lembaga keuangan, seperti lembaga perbankan,
lembaga keuangan bukan bank dan pasar modal, baik dalam bentuk deposito,
penerbitan surat berharga maupun jenis tabungan lainnya, perlu makin
digalakkan, sehingga peranannya sebagai sumber dana pembangunan makin
meningkat.
Pemanfaatan
dana masyarakat untuk perkreditan diarahkan untuk menunjang kegiatan investasi
yang produktif sesuai dengan prioritas pembangunan, tercapainya alokasi dana
investasi yang efisien, dan yang mendorong pemerataan kesempatan kerja dan
berusaha, serta terpeliharanya keseimbangan moneter dan stabilitas ekonomi.
Kebijaksanaan keuangan negara dan kebijaksanaan moneter dilaksanakan untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan nasional secara keseluruhan dengan berpedoman
pada arahan-arahan tersebut.
2.Proses Penyusunan Anggaran
Terdapat 5 metode penyusunan anggaran dari atas
ke bawah:
1.Metode kemampuan (The affordable method) adalah metode
dimana perusahaan menggunakan sejumlah uang yang ada untuk kegiatan operasional
dan produksi tanpa mepertimbangkan efek pengeluaran tersebut.
2.Metode pembagian semena-mena (Arbitrary allocation method)
merupakan proses pendistribusian anggaran yang tidak lebih baik dari metode sebelumnya.Metode ini tidak berdasar
pada teori, tidak memiliki tujuan yang jelas, dan tidak membuat konsep pendistribusian anggaran dengan baik.
3.Metode persentase penjualan (Percentage of sales) menggambarkan
efek yang terjadi antara kegiatan iklan dan promosi yang dilakukan dengan persentase peningkatan penjualan di lapangan.Metode
ini mendasarkan pada dua hal, yaitu persentase penjualan dan sejumlah
pengembalian yang diterima dari aktivitas periklanan dan promosi yang
dilakukan.
4.Melihat pesaing (Competitive parity) karena sebenarnya
tidak ada perusahaan yang tidak mau tahu akan keadaan pesaingnya.Tiap
perusahaan akan berusaha untuk melakukan promosi yang lebih baik dari para pesaingnya
dengan tujuan untuk menguasai pangsa pasar.
5.Pengembalian investasi (Return of investment) merupakan
pengembalian keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan
terkait dengan sejumlah uang yang telah dikeluarkan untuk iklan dan aktivitas promosi lainnya.Sesuai dengan arti
katanya, investasi berarti penanaman modal dengan harapan akan adanya pengembalian modal suatu
hari.
Dari bawah ke atas (Bottom-up)
Merupakan proses
penyusunan anggaran berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
anggaran ditentukan belakangan setelah tujuan selesai disusun.Proses penyusunan
anggaran dari bawah ke atas merupakan komunikasi strategis antara tujuan dengan anggaran.Terdapat
3 metode dasar proses penyusunan anggaran dari bawah ke atas, yakni:
1.Metode tujuan dan tugas (Objective and task method) dengan
menegaskan pada penentuan tujuan dan anggaran yang disusun secara
beriringan.Terdapat 3 langkah yang ditempuh dalam langkah ini, yakni penentuan
tujuan, penentuan strategi dan tugas yang harus dikerjakan, dan
perkiraan anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai tugas dan strategi tersebut.
2.Metode pengembalian berkala (Payout planning) menggunakan prinsip investasi dimana pengembalian modal diterima
setelah waktu tertentu.Selama tahun pertama, perusahaan akan mengalami rugi dikarenakan biaya promosi dan iklan
masih melebihi keuntungan yang diterima dari hasil penjualan.Pada tahun kedua, perusahaan
akan mencapai titik impas (break even point) antara biaya promosi dengan keuntungan yang
diterima.Setelah memasuki tahun ketiga, barulah perusahaan akan menerima
keuntungan penjualan.Strategi ini hasilnya dirasakan dalam jangka panjang.
3.Metode perhitungan kuantitatif (Quantitative models) menggunakan
sistem perhitungan statistik dengan mengolah data yang dimasukkan dalam komputer dengan teknik analisis regresi
berganda (multiple regression analysis).Metode
ini jarang digunakan karena kompleks dalam pemakaiannya.
3.Perkiraan
Penerimaan Negara
Sejak
Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I), penerimaan dalam negeri
masih meningkat jauh lebih cepat, sehingga tabungan pemerintah terus meningkat
pula.
- Tabungan pemerintah mulai dihasilkan dalam tahun 1969/70 sebesar Rp27,2 miliar
- Terus meningkat menjadi Rp7.301,3 miliar pada tahun 1985/86, terutama sebagai akibat dari meningkatnya harga minyak bumi sampai dengan tahun 1981/82 dan terus meningkatnya penerimaan pajak sejak itu.
- Tahun 1986/87 harga minyak bumi merosot dengan tajam sehingga tabungan pemerintah menurun menjadi Rp2.581,3 miliar.
- Tabungan pemerintah berangsur-angsur naik lagi, dan dalam Anggaran Pendapan dan Belanja Negara (APBN) 1993/94 direncanakan sebesar Rp 15.674,1 miliar.
- Penerimaan dalam negeri selama tahun 1970-an sampai dengan awal tahun 1980-an sangat dipengaruhi oleh penerimaan migas, sebagai akibat meningkatnya harga minyak bumi.
- Memasuki Repelita IV harga minyak bumi mulai menunjukkan kecenderungan menurun sehingga upaya-upaya diversifikasi sumber penerimaan negara makin ditingkatkan.
- Berbagai kebijaksanaan di bidang pajak bumi dan bangunan telah menyebabkan penerimaan PBB meningkat dari Rp180,6 miliar pada tahun 1984/85 menjadi Rpl.100,6 miliar dalam tahun 1992/93, dan dalam APBN 1993/94 direncanakan Rpl.320,1 miliar.
- Berbagai kebijaksanaan di bidang bea masuk telah meningkatkan penerimaan bea masuk dari sebesar Rp57,7 miliar pada tahun 1969/70 menjadi sebesar Rp3.105,5 miliar dalam tahun 1993/94.
- Sejalan dengan pertumbuhan industri rokok, gula, dan bir, penerimaan cukai telah meningkat dengan pesat dari Rp32,1 miliar pada tahun 1969/70 dan diperkirakan mencapai Rp2.498,2 miliar pada tahun 1993/94.
- Dalam tahun 1969/70 penerimaan dalam negeri baru berjumlah Rp243,7 miliar, meningkat menjadi Rp52.769 miliar dalam APBN tahun 1993/94 atau telah naik lebih dari 216 kali lipat selama PJP I.
- peranan penerimaan migas turun menjadi 48,3 persen dan penerimaan nonmigas meningkat menjadi 51,7 persen pada tahun 1987/88.
- Dalam APBN 1993/94 peranan penerimaan nonmigas menjadi 71,3 persen dan penerimaan migas 28,7 persen terhadap penerimaan dalam negeri.
4.Perkiraan
Pengeluaran
Di sisi
anggaran belanja, kebijaksanaan pengeluaran rutin selain untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, peningkatan kualitas
pelayanan aparatur pemerintah kepada
masyarakat, serta pemenuhan berbagai kewajiban pemerintah, juga diselaraskan
dengan upaya untuk menghimpun tabungan pemerintah yang semakin besar bagi
pembiayaan pembangunan.
- Pengeluaran rutin terus mengalami peningkatan sehingga dalam tahun terakhir Repelita V, direncanakan mencapai Rp37.094,9 miliar
- Dalam tahun anggaran 1993/94 belanja pegawai direncanakan mencapai Rpl0.894,5 miliar.
- Pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam tahun kelima Repelita V diperkirakan mencapai Rp16.711,9 miliar atau 3,3 kali lipat lebih besar dari tahun 1986/87. Sebagian besar pembayaran tersebut digunakan untuk melunasi kewajiban terhadap pihak luar negeri sebesar Rp16.425,8 miliar.
- Dana pembangunan meningkat dari Rp57,9 miliar pada tahun 1968 menjadi Rp25.227,2 miliar dalam APBN 1993/94
- Dalam tahun 1990/91 kelebihan penerimaan negara yang disisihkan sebagai Cadangan Anggaran Pembangunan adalah sebesar Rp2.000 miliar, sedangkan dalam tahun 1991/92 Cadangan Anggaran Pembangunan mencapai Rp l .500 miliar. Dengan demikian, jumlah Cadangan Anggaran Pembangunan dalam Repelita V secara keseluruhan mencapai Rp3.500 miliar.
5.Dasar Perhitungan Perkiraan
Penerimaan Negara
Untuk memperoleh hasil perkiraan penerimaan Negara,ada
beberapa hal pokok yang harus diperhatikan.Hal-hal tersebut adalah:
Penerimaan Dalam Negeri dari Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
- Produksi minyak rata-rata per hari
- Harga rata-rata ekspor minyak mentah
Penerimaan Dalam Negeri diluar Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
- Pajak penghasilan
- Pajak pertambahan nilai
- Bea masuk
- Cukai
- Pajak ekspor
- Pajak bumi dan bangunan
- Bea materai
- Pajak lainnya
- Penerimaan bukan pajak
- Penerimaan dari hasil penjualan BBM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar